Rabu, 10 Januari 2018

Makalah Tentang Kebudayaan Belitung



MAKALAH
ILMU BUDAYA DASAR
KEBUDAYAAN BELITUNG

 

Disusun oleh :
Anisa Romi Rilanti 10517791

Dosen              :  Ibu Melaniawati
Mata Kuliah                                                      Mata Kuliah    : Ilmu Budaya Dasar


                                        
                             PSIKOLOGI
                             UNIVERSITAS GUNADARMA




KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Kebudayaan Khas Belitung ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan saya juga berterima kasih kepada Ibu Melaniawati selaku Dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
         
Saya harap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan pengetahuan kita terhadap kebudayaan yang ada di Belitung.
         
          Semoga makalah ini bisa dipahami oleh pembaca. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terjadi kesalahan yang kurang berkenang. Serta saya menerima kritik dan saran yang membangun demi kebaikan demi perbaikan ke arah yang lebih baik.














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................    i
DAFTAR ISI ......................................................................    ii
BAB I       PENDAHULUAN ............................................    1
1.1   Latar Belakang ..................................................................    1
1.2   Rumusan Masalah .............................................................    3
1.3   Tujuan Penulisan................................................................    3
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA........................................    4
2.1  Definisi Kebudayaan …………………………………….    4
2.2  Kebudayaan Menurut Para Ahli …………………………    5
2.3  Letak Geografis..................................................................    6
2.4  Rumah Adat Belitung.........................................................    6
2.5  Pakaian Adat Belitung .......................................................    7
2.6  Bahasa …………………………………………………….  8
2.7  Senjata Tradisional ………………………………….…...    8
2.8  Tarian Tradisional ………………………………….……    8
2.9  Makanan Tradisional ……………………………………    8
      BAB III  PEMBAHASAN…………………...……....….     9
3.1  Maras Taun …………………………………………..….    9
3.2  Beripat Beregong …………………………..………….     10
3.3  Upacara Adat Ritual Buang Jong ………………….......     11
3.4  Nirok Nanggok …….……………………………….…      11
BAB III    PENUTUP .......................................................   13
          A. Kesimpulan ..............................................................   13
          B.  Saran .......................................................................   13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................   14



BAB I

PENDAHULUAN


1.1    LATAR BELAKANG
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Mendanau dan Pulau Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau.
Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Pj. Gubernur yakni H. Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas roda pemerintahan provinsi. Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh Selat Karimata.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkalpinang.
Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatra Selatan.
Khusus Pulau Belitung merupakan pulau yang indah dengan pasir putih, pemandangan unik dengan pantai pasir putih yang asli dihiasi oleh batu-batu granit yang artistik dan air laut sejernih kristal dan dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil. Salah satu pantai terbaik dan unik di Indonesia, seperti  Tanjung Kelayang, Tanjung Binga, Tanjung Tinggi, Pulau Lengkuas, Pulau Kepayang, Pantai Punai, Pantai Tanjung Pendam, Pantai Nyiur Melambai, Pantai Burung Mandi, Pantai Bukit Batu.

























1.2  RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimana kebudayaan yang ada di Belitung ?
2.     Apa saja adat istiadat yang ada di pulau Belitung ?


       1.3 TUJUAN PENULISAN
                1. Untuk mengetahui bagaimana kebudayaan Belitung
            2. Untuk menambah wawasan bagaimana kebudayaan Belitung



















BAB II
TUJUAN PUSTAKA

2.1  Definisi Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sangsakerta ´buddhayah´, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai ‘daya budi’ yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Koentjaraningrat juga menerangkan bahwa pada dasarnya banyak sarjana yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berati daya dari budi. Namun, pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan, tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi, kebudayaan atau disingkat ‘budaya’, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Lalu, dilain pihak Clifford Geertz mengatakan bahwa kebudayaan merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan. (Abdullah, 2006:1) Lebih sepesifik lagi, E. B Taylor, dalam bukunya ‘Primitive Cultures’, mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (Setiadi, 2007:27) Dari berbagai definisi diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kebudayaan atau budaya merupakan sebuah sistem, dimana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Dan hal ini berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat.





2.2 Kebudayaan Menurut Para Ahli
Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli dalam Negeri (Indonesia) 
  • Koentjaraningrat: Menurut Koentjaraningrat, bahwa pengertian kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengn belajar.  
  • Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi: Kebudayaan berarti semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. 
  • Ki Hajar Dewantara: Menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa pengertian kebudayaan adalah buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertip dan damai. 
  • Drs. Mohammad Hatta: Menurutnya pengertian kebudayaan adalah ciptaan hidu pdari suatu bangsa. 
  • R. Seokmono: Pengertian kebudayaan menurut R. Soekmono adalah segala hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan. 
  • Parsudi Suparlan: Menurut Pasudi Suparlan, bahwa pengertian kebudayaan adalah sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi tingkah lakunya. 
Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli Luar Negeri 
  • Kluckhohn dan Kelly: Pengertian kebudayaan menurut Kluckhohn dan Kelly, adalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang tersurat maupun yang tersirat, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia. 
  • E.B. Taylor: Pengertian kebudayaan menurut E.B. Taylor bahwa arti kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 
  • Nostrand: Menurut Nostrand, kebudayaan adalah sebagai sikap dan kepercayaan, cara berfikir, berperilaku, dan mengingat bersama oleh anggota komunitas tersebut. 
  • Bounded et. Al: Menurutnya, pengertian kebudayaan adalah hal-hal yang berbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu. 
  • Sir Edwards B Tylor: Pengertian kebudayaan menurut Sir Edwards B. Tylor bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks dari ide da segala sesuatu yang dihasilkan mausia kesamaan pengalaman historis. 



2.3       Letak Geografis
Secara geografis Kabupaten Belitung terletak antara 107°08' BT sampai 107°58' BT dan 02°30' LS sampai 03°15' LS dengan luas seluruhnya 229.369 ha atau kurang lebih 2.293,69 km².
Batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan laut Cina Selatan - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur - Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Jawa - Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Gaspar
Kabupaten Belitung merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang juga merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 98 buah pulau besar dan kecil.

2.4       Rumah Adat Belitung
Rumah Adat khas Bangka Belitung bernama Rumah Panggung. Rumah ini bercirikan khas Melayu seperti yang ada di daerah-daerah pesisir Sumatera serta Malaka. Rumah panggung terbuat dari kayu, bambu atau rotan. Ada 9 tiang yang digunakan untuk mendirikan bangunan ini berdasarkan falsafah 9 tiang yang dipercaya masyarakat di Bangka Belitung ini. Tiang yang pertama kali dibangun yaitu tiang utamanya terletak ditengah bangunan. Sebagai atapnya ditutup menggunakan daun rumbia dan model atap sebagian berarsitektur Terpancung. Sedangkan dindingnya menggunakan kulita kayu atau pelepah. Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini terpancung.



2.5       Pakaian Adat Belitung
Pakaian adat pernikahan mempelai laki-laki Bangka Belitung mengenakan Jubah panjang sebatas betis kaki berwarna merah yang terbuat dari bahan beludru disertai hiasan manik-manik dan pakaian bawahnya memakai celana. Pada bahu sebelah kanan diselempangkan sebuah kain. Di kepala dikenakan sorban sebgai penutup kepala ( sungkon ) dan sandal Arab sebagai alas kakinya.

Sedangkan pakaian adat pengantin wanita mengenakan baju kurung berwarna merah berbahan beludru dan memakai kain tenun asli Bangka yang disebut dengan kain cual. Pada dada dihiasi dengan penutup dada atau teratai dan dilengkapi hiasan Ronce Melati. Dan untuk hiasan kepala dikenakan Paksian yang meliputi hiasan-hiasan Kembang Goyang, Kembang Cempaka, Gelang, Daun Bambum, Anting Panjang, Sari Bulan, pending untuk dipinggang dan lain sebagainya.



2.6       Bahasa
Bahasa yang dipertuturkan oleh orang Belitung secara umum masih termasuk dalam rumpun bahasa Melayu tetapi memiliki perbedaan. Bahasa mereka terkadang disebut bahasa Melayu-Belitung.
Bahasa Belitung ini dianggap sebagai salah satu dialek dari rumpun bahasa Melayu, yang juga memiliki kemiripan dengan bahasa Melayu Riau dan bahasa Melayu Malaysia. Ciri khas dari bahasa ini adalah tidak terdapat huruf “h” misalny pada kata “jao” (jauh), “ujan” (hujan), “pute” (putih). Ciri lainnya yaitu pada penggunaan kosakata dari penggabungan dari dua kata atau lebih, contohnya “nakmane” (hendak kemana).


2.7      
Senjata tradisional
- Senjata Kedik, yaitu alat yang digunakan untuk alat petanian, perkebunan lada
- Parang Bangka, yaitu senjata yang mirip golok di jawa, dibuat agak berat dan lebar agar sasaran dengan cepat dapat terpotong.  Alat ini digunakan dalam perkelahian jarak pendek serta dapat digunakan untuk menebang pohon.
- Siwar Panjang

2.8       Tarian tradisional
 Tari Campak, Tari Zapin, Tari Tanggai, Taru Bahtera Bertiang Tujuh

2.9        
Makanan Tradisional
- Kemplang belacan, yaitu berbahan dari sagu dan ikan. Bentuknya bulat lebar dan belacan atau terasi sebagai pelengkap sambalnya.
- Lempah kuning, yaitu berbahan ikan laut dan daging yang diberi berbagai macam bumbu meliputi bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas dsb. Makanan ini merupakan masakan khas dari Pulau Bangka.





Bab III
PEMBAHASAN

Kebudayaan Belitung
3.1 Maras Taun
     Maras taun berasal dari kata maras yang berarti meniris (membersikan duri halus) sedangkan taun berasal dari kata tahun. Maras tahun diadakan setiap setahun sekali oleh masyarakat Belitung didesa dan kecamatan sebagai wujud rasa syukur setelah melewati musim panen padi. Maras taun merupakan pertanggung jawaban dukun kampung kepada masyarakat. Ritual utama maras taun adalah: doa awal, tepong taw bwlitung dan doa penutup. Dalam perayaan ini kita bias menyaksikan kesenian tradisonal khas Belitung seperti tari sepen, nutok lesong panjang dan ngemping.
     Maras taon adat bari’e Urang Belitong dan sampai saat ini masih tetap dilakukan di pulau Belitung namun banyak yang tidak mengetahui bagaimana asal maras tahun ini terjadi di Pulau Belitung.Maras Taun atau disebut juga Maras Taon. Bermuasal sejak kurun waktu yang tak diketahui pasti. Muncul dan berkembangnya prosesi itu seiring dengan pola pikir masyarakat tradisional Belitong. Mulanya penduduk atau masyarakat Belitong yang menempati bagian pesisir atau pedalaman daratan, hidup berelompok menempati wilayah pemukiman yang disebut Kubok dan Parong.
     Penghuni Kubok merupakan komunitas kecil berasal dari sebuah keluarga yang kemudian berkembang menjadi beberapa keluarga hingga membentuk perkampungan kecil yang disebut Kubok dan Kubok ini dipimpin seorang yang dituakan disebut Kepala Kubok.
Penghuni Parong merupakan komunitas keluarga yang tidak berasal dari satu keluarga tapi dari beberapa keluarga dan jumlahnya lebih ramai hingga membentuk sebuah perkampungan.
Baik Parong atau pun Kubok dipimpin seorang ketua adat yang “dituakan” disebut kepala Parong atau kepala Kubok. “Dituakan” artinya memiliki kepiawaian, termasuk ilmu perdukunan, karenanya ketua kelompok itu juga otomatis merangkap menjadi dukun yang melindungi warganya.
     Kemudian Parong atau Kubok beriring masa bertambah populasinya, ketika sudah menjadi sebuah perkampungan maka dukun tersebut tetap menjadi dukun sekaligus merangkap kepala kampungnya, kini dalam masyarakat Belitong dikenal adanya dukun kampong. Pola ini terus mentradisi hingga zaman ini, bahwa di tiap kampung harus tetap memiliki seorang dukun kampung disamping adanya lurah atau kepala desa sebagai pimpinan politis adminisratifnya.
     Pembukaan Kubok atau Parong bermula dari membuka hutan guna untuk berladang padi tegalan; sebagai sumber makanan utamanya penduduk Belitong. Sebagai rasa syukur atas panen inilah kemudian diadakan perhelatan ritual Maras taun pada setiap tahunnya. Dalam rasa syukur ini dimintakan pada yang Maha Kuasa untuk keselamatan warga dan keberhasilan untuk panen di tahun mendatang. Rasa syukur ini pada awalnya disebut Memaras atau berselamatan tahun yang kemudian disebut saja dengan “Maras Taon atau Maras tahun.


3.2  Beripat Beregong

     Beripat Beregong Sejenis pemainan adu ketangkasan derngan mengunakan rotan sebagai alat pemukul. Masing-masing pemain mengandalkan kemampuan menangkis dan memukul punggung lawan. Yang menjadi pemenangnya ditentukan punggung yang paling sedikit akibat sabetan rotan.
     Permainnan ini berakhir tanpa menimbulkan dendam diantara sesame pemain. Biasanya sebelum permainan ini dimulai, setiap pemain harus mencari yang disebut nigal yaitu lawin tanding.musik pengiringnya dimeriahkan buyi-bunyian yang terdiri dari music pukul berupa kelinang (gemelan dan gong) serta serunai (alat music tiup) music tersebut dimainkan diatas sebuah bangunan yang tingginya 5 – 6 meter yang disebut balai peregongan.
     Menurut cerita yang berkembang secara turun temurun, asal mula beripat - beregong bermula dari sebuah kelaka'--sebutan masyarakat Belitung untuk sebuah kampung kecil yang jauh di tengah hutan dan umumnya terletak tak jauhdari ume (huma, dalam bahasa Indonesia, red.) masyarakat. Keleka' tersebut dikenal dengan nama Keleka'Gelanggang (sekarang Desa Mentigi
Setelah rotan diberi air jampi, semuanya bersiap-siap. Kedua pemain pun masuk ke gelanggang diiringi tempik sorak
     penonton. Semua pengigal yang ada di arena pun harus meninggalkan arena. Kedua orang ini saling berhadapan-hadapan, membuat gaya yang cukup menarik dalam memukul maupun menagkis. Padahal pertandingan sama sekali belum dimulai. Sekejap kemudian pertandingan pun siap dimulai. Kedua jago bersalaman lebih dulu, sambil mengucapkan kata: “Kite ne cuma main, ndak ade dendam udanya.” Dan, sang lawan pun akan menjawabnya dengan ucapan: “Silekan sidak ngempok dulu'”. Setelah itu pertandingan pun dimulai. Kedua jago saling serang, memukul dan menangkis. Suara besutan rotan pun seakan memecah kesunyian malam ditingkahi tempik sorak penonton yang mendukung jagonya masing-masing.
     Setelah pertandingan berjalan cukup lama, juru pisah turun ke gelanggang, menghentikan pertandingan. Kedua jago pun dibawa ke hadapan dukun. Karena, biasanya, para petarung ini adalah juara di keleka'-nya, jarang ada yang terluka parah.
Beripat ini merupakan sejenis permainan ketangkasan dengan menggunakan rotan sebagai alat pemukul. masing-masing pemain mengandalkan keahlian menangkis dan memukul punggung lawan. Untuk menentukan pemenangnya dilihat dari masing-masing punggung pemain yang luka paling sedikit akibat sabetan rotan.








3.3  Upacara Adat Ritual Buang Jong

     Buang Jong berasal dari dua suku kata. Buang artinya membuang; dan Jong artinya adalah Jong (sejenis perahu). Dengan kata lain Buang Jong berarti membuang atau melayarkan perahu Jong ke laut, dalam ritual tradisi ini adalah miniatur perahu.
Buang Jong – ritual tradisi melepas miniatur perahu yang disebut Jong dan Ancak yang terbuat dari kerangka bambu yang dibentuk seperti rumah yang berisi berbagai macam sesaji – merupakan budaya tradisional, turun-temurun dilakukan setiap tahun oleh Suku Sawang di Belitung pada setiap dimulainya angin barat musim, biasanya pada bulan Agustus atau November, di mana angin dan gelombang sangat besar. Di Belitung, ini disebut Musim Barat. Melalui upacara ritual Buang Jong dengan tujuan meminta perlindungan dan keselamatan, sehingga mereka akan terhindar dari bencana saat mereka berlayar ke laut lepas untuk menangkap ikan sebagai mata pencaharian mereka.
     Prosesi ini akan berlangsung 3 hari dan malam, sesuai dengan kondisi kebiasaan upacara yang harus dipenuhi. Semua proses upacara dipimpin oleh seorang dukun atau pemimpin adat masyarakat Suku Sawang. Tradisi Buang Jong sendiri berakhir dengan sebuah miniatur kapal dilayarkan dengan berbagai macam sesaji ke laut.
     Jong dan Ancak untuk mempromosikan tradisi ini menjadi salah satu kegiatan pariwisata, saat ini, dapat disaksikan pada setiap November, dengan nama Festival Buang Jong untuk di Kabupaten Belitung. Sedangkan di Kabupaten Belitung Timur, Buang Jong sendiri sering dilakukan pada bulan Februari di Pantai Mudong.

3.4  Nirok Nanggok
     Merupakan acara penangkapan ikan secara masal yang masih dilaksanakan oleh masyarakat desa Belantu, Kemiri dibagian Selatan Pulau Belitung. Acara ini hanya diadakan pada musim kemarau panjang antara bulan Agustus sampai dengan September.
     Pada musim kemarau banyak sungai-sungai menjadi surut dan didalamnya
terdapat banyak ikan. Alat yang digunakan berupa "Tirok dan Tanggok". Tirok:semacam tongkat kayu yang dibagian pangkalnya dipasang mata tombak, Tanggok: semacam raga yang terbuat dari rotan yang dijalin. Acara ini termasuk sakral, karena itu dalam pelaksanaannya harus melalui tahap-tahap yang cukup panjang dan aturan-aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar.
Semua prosesi acara ini dipimpin oleh seorang dukun air dan dihadiri oleh pemuka kampong dan seluruh penduduk setempat. Fungsi acara ini adalah mengompakkan/menyatukan dan mempertebal kepatuhan penduduk akan adat yang mereka miliki. Disamping itu juga untuk mengatur penangkapan ikan di sungai-sungai yang telah ditentukan guna melestarikan ikan yang ada di sungai tersebut. Nirok Nanggok ( Traditional Culture ) Nirok Nanggaok adalah budaya orang Belitung di daerah pedesaan yang dilaksanakan pada musim kemarau panjang , pada saat sungai- sungai dan rawa menjadi kering . Nirok Nanggok adalah kegiatan mencari ikan dengan menggunakan Tirok ( sejenis tombak bermata besi runcing) dan Tanggok ( sejenis jala kecil dengan gagang dari kayu). Kegiatan ini biasanya dilakukan beramai - ramai oleh satu kampung dipimpin oleh seorang dukun kampong yang memimpin jalannya acara.

“Nirok Nanggok is a traditional culture of Belitung people especially in the rural district. This ceremony held in dry season when rivers and swamps dried . Nirok Nanggok is a festifal tocatch fish in dried rivers and swamps using Tirok ( a sharp thin harpoon ) and Tanggok ( fish catcher tool ). Nirok Nanggok held by all people in a village and ruled by a dukun kampong.”
“Dua tradisi musim kering, mentandik dan nirok nanggok digemari masyarakat Belitong” kata Sjahchroelsiman, Ketua Lembaga Adat Belitung kepada Wakil Bupati Belitung, Sahani Saleh.























BAB IV
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa.
Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal.

B.     SARAN
Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing  khususnya dan budaya bangsa pada umumnya. Dan juga para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. Sehingga masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.








Daftar pustaka


Belitung Info, “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung, 2015

Dudung,”Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”,


www.kebudayaanindonesia.com › budaya







Tidak ada komentar:

Posting Komentar